Tips Mengolah Limbah Medis sesuai Aturan Pemerintah

Limbah merupakan permasalahan yang tak kunjung habis untuk diperbincangkan, terutama ketika pandemi Covid-19 melanda dan menyebabkan peningkatan jumlah limbah medis di seluruh rumah sakit. Sebagaimana dilaporkan oleh kompas.id, pada tahun 2021, pengelolaan di tingkat nasional hanya mampu mengolah limbah medis maksimal 458,5 ton limbah medis setiap hari. Di sisi lain, perkiraan jumlah limbah medis yang dihasilkan oleh rumah sakit mencapai 383 ton per hari. Fakta ini mengindikasikan bahwa kekurangan fasilitas atau sistem pengolahan limbah medis bukan hanya terbatas pada rumah sakit, puskesmas, klinik, atau bahkan rumah tangga. 

Sebelum membahas cara mengolah limbah medis, penting bagi kita untuk memahami lebih lanjut mengenai limbah medis itu sendiri dan dampaknya terhadap lingkungan.

Limbah Medis dan Risikonya

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah, limbah medis merujuk kepada hasil buangan dari kegiatan medis dalam pelayanan kesehatan. Secara umum, limbah medis dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu padat, cair, dan gas. Sehatq.com melaporkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkategorikan limbah medis dengan lebih rinci, termasuk:

  1. Limbah Infeksius

Jenis limbah ini memiliki potensi untuk menginfeksi orang lain. Contohnya adalah darah, air liur, urine, kain kasa, dan sejenisnya.

  1. Limbah Patologis

Ini mencakup organ, jaringan, atau bagian tubuh manusia.

  1. Limbah Benda Tajam

Limbah ini melibatkan alat seperti jarum suntik dan pisau bedah sekali pakai.

  1. Limbah Kimia dan Farmasi

Limbah ini berasal dari tes laboratorium, sisa desinfektan, vaksin kadaluarsa, dan sejenisnya.

  1. Limbah Sitotoksik

Jenis limbah ini terkait dengan buangan atau sisa barang beracun, seperti obat kemoterapi.

  1. Limbah Radioaktif

Limbah ini berasal dari prosedur radiologi seperti MRI dan CT Scan. Limbah dari kegiatan ini dapat berupa bahan, alat, maupun cairan yang terpapar dan berpotensi memancarkan gelombang radioaktif.

Semua jenis limbah medis di atas memiliki risiko bahaya jika tidak dikelola dan diolah dengan benar. Misalnya, limbah benda tajam yang dibuang sembarangan dapat melukai individu yang menanganinya dan berpotensi menyebarkan penyakit dari limbah tersebut. Lebih lanjut, limbah medis berupa cairan infeksius seperti darah dari penderita HIV atau cairan dari penderita TBC, sisa cairan desinfektan, vaksin yang kadaluarsa, tidak dapat dibuang secara langsung tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Tindakan semacam itu dapat menyebabkan pencemaran air, kerusakan ekosistem, serta potensi penyebaran wabah yang akhirnya dapat memengaruhi manusia. Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko ini, proses mengolah limbah medis harus dilakukan dengan benar dan sesuai dengan peraturan pemerintah.

Tips Mengolah Limbah Medis

Pemerintah telah mengatur pengelolaan dan pengolahan limbah medis melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019. Berikut adalah tahapannya yang diuraikan secara singkat:

  1. Limbah farmasi padat dalam jumlah kecil atau dalam kondisi tidak dapat dikembalikan ke distributor harus dihancurkan atau diserahkan ke perusahaan khusus pengolahan limbah B3. Sedangkan jika dalam jumlah besar, harus dikembalikan ke distributor.
  2. Limbah infeksius dan benda tajam harus disterilisasi, kemudian dimusnahkan dengan insinerator.
  3. Limbah non-infeksius dapat dibuang ke tempat pembuangan akhir.
  4. Limbah medis cair tidak boleh langsung dibuang ke saluran pembuangan, melainkan harus melalui proses Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Mengolah limbah medis cair dimulai dari pemisahan air limbah seperti limbah klinis seperti bekas darah, dan limbah domestik seperti kegiatan kamar mandi maupun bekas cucian piring. Kemudian diolah secara biologis dengan bantuan mikroba, dan berakhir dengan proses filtrasi.

Tips untuk mengolah limbah medis di atas diharapkan dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan di Indonesia, terutama pada limbah cair. Sebagaimana dilaporkan oleh laman unicef.org, hampir 70% dari 20.000 sumber air minum di Indonesia tercemar oleh tinja akibat sanitasi yang tidak benar dan aman. Hal ini menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pembuangan limbah, termasuk mengolah limbah medis yang benar, ternyata masih kurang. Oleh karena itu, masyarakat umum, terutama yang bergerak di bidang medis, harus mulai membangun kesadaran akan pentingnya air bersih dan cara menjaganya untuk keberlanjutan bumi dan generasi mendatang. Untuk membantu masyarakat dalam mencapai air bersih yang bebas dari kontaminasi limbah medis, Adika Tirta Daya, yang merupakan vendor Sewage Treatment Plant (STP), adalah pilihan terbaik dalam mendirikan IPAL sesuai dengan standar dalam mengolah limbah medis. Adika Tirta Daya selalu berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik kepada pelanggannya, dengan teknologi pengolahan limbah yang memenuhi standar baku mutu dan peraturan yang berlaku. Jika Anda tertarik untuk bekerja sama, jangan ragu untuk menghubungi tim marketing Adika Tirta Daya dan dapatkan penawaran harga menarik!